Teori Belajar

Teori Belajar

Teori belajar adalah sekumpulan konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat teoritis dan telah teruji kebenarannya melalui eksperimen yang dilakukan oleh para ahli. Teori pembelajaran sangat menentukan bagaimana proses pembelajaran akan terjadi. Dengan mempelajari teori belajar, seorang guru dapat memahami tata cara dan pengaplikasian konsep-konsep yang berperan penting dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh, guru dapat menentukan rencana pembelajaran sesuai karakteristik peserta didiknya di kelas dan menentukan penilaian yang mampu mengukur kemampuan setiap peserta didiknya secara menyeluruh.

Pada dasarnya, setiap teori belajar memiliki tujuan yang sama, yaitu mewujudkan pendidikan yang mampu membekali peserta didik pengetahuan dan keterampilan untuk dapat bersaing dan terus mengikuti perkembangan zaman. Sayangnya, tujuan tersebut seringkali sulit untuk tercapai karena terjadinya miskonsepsi mengenai pemahaman tentang esensi dan hubungan masing-masing teori belajar. Sebagian pendidik kerap kali menganggap masingmasing teori belajar merupakan satu pemikiran yang terpisah dari pemikiran lainnya. Hal tersebut akhirnya menimbulkan anggapan bahwa teori satu lebih unggul atau lebih lemah dari teori lainnya

Sebelum memahami lebih lanjut mengenai teori belajar, guru perlu mengetahui bahwa teori belajar bukan pemikiran yang terpisah atau terkotak-kotak. Sebaliknya, teori belajar merupakan hasil pemikiranpemikiran yang terus berkembang. Dengan kata lain, teori ini hadir sebagai kisah yang berkelanjutan dalam rentang waktu tertentu dan saling melengkapi satu sama lain. Setiap teori belajar yang muncul merupakan bentuk kritik atau perbaikan terhadap pemikiran terhadap teori sebelumnya. Oleh karena itu, sebagai calon guru Anda perlu memiliki pola pikir yang terbuka untuk mampu memilah setiap praktik baik pada teori berikut konsekuensinya dalam proses pembelajaran.

Teori Belajar Behavioristik

  1. Pengertian

    Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang berfokus pada perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran. Menurut teori ini, perubahan perilaku peserta didik disebabkan oleh adanya interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus tersebut berupa lingkungan belajar peserta didik, baik bersifat internal maupun eksternal, sedangkan respon merupakan reaksi fisik terhadap rangsangan/stimulus yang diterima tersebut. Berdasarkan sudut pandang teori behavioristik, hal yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Dengan kata lain, teori belajar ini menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah beragam hal yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.

  2. Ciri-Ciri Teori Belajar Behavioristik

    Setelah mempelajari sekilas tentang teori belajar behavioristik, kini Anda memahami bahwa semua tingkah laku manusia dapat dilihat dan ditelusuri dari bentuk refleks. Secara psikologi, teori belajar behavioristik juga dikenal sebagai sebuah teori pembelajaran yang berfokus pada tingkah laku sebagai hasil dari pengkondisian lingkungan. Berikut ini adalah ciri-ciri teori belajar behavioristik.

    1. Mementingkan bagian-bagian atau elementalistik;

    2. Mementingkan pengaruh lingkungan;

    3. Mementingkan peranan aksi;

    4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus-respon;

    5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya;

    6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan;

    7. Memunculkan perilaku yang diinginkan sebagai hasil dari proses belajar.

C. Kelebihan Teori Belajar Behavioristik
  1. Teori behavioristik mampu menumbuhkan kebiasaan para guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar. Hal ini dikarenakan teori belajar behavioristik mementingkan pengaruh lingkungan dalam proses pembelajaran.

  2. Teori behavioristik mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan dengan pengkondisian yang dilakukan

  3. Teori behavioristik mampu mengoptimalkan bakat dan kecerdasan peserta didik yang sudah terbentuk sebelumnya melalui kegiatan pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan. Menurut teori belajar behavioristik, kegiatan pengulangan dan pelatihan tersebut berfungsi sebagai proses penguatan untuk mengoptimalkan kemampuan peserta didik agar semakin terampil.

  4. Teori behavioristik mampu menghasilkan suatu perilaku yang bersifat konsisten terhadap bidang tertentu. Hal ini dapat dicapai dengan menyusun materi ajar secara hirarkis dalam bentuk bagian-bagian kecil, dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.

  5. Teori behavioristik mampu mengganti stimulus yang satu dengan stimulus yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.

  6. Teori behavioristik mampu membantu guru mengembangkan keterampilan belajar peserta didik yang meliputi berfokus pada kecepatan, spontanitas, dan daya tahan melalui praktik dan pembiasaan.

  7. Teori behavioristik juga dapat diterapkan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, memerlukan pengulangan dan pembiasaan, berada pada tahapan suka meniru, dan membutuhkan bentuk-bentuk penghargaan langsung. Tentu saja hal ini dapat merujuk pada tahapan perkembangan dan kesiapan belajar anak

D. Kekurangan Teori Belajar Behavioristik
  1. Teori belajar behavioristik cenderung membatasi kreativitas, produktivitas, dan imajinasi peserta didik.

  2. Teori behavioristik bersifat teacher-centered atau hanya berpusat pada guru. Peserta didik bersifat pasif karena hanya mengikuti instruksi-instruksi yang diberikan oleh guru.

  3. Teori belajar behavioristik membuat pembelajaran menjadi cenderung monoton karena proses belajar yang berfokus ada pengulangan untuk membentuk kebiasaan belajar.

  4. Teori belajar behavioristik masih menggunakan hukuman dan penghargaan untuk membentuk perilaku peserta didik. Hal ini tentu saja dapat berdampak negatif pada perubahan perilaku peserta didik. Salah satu contohnya adalah memberi hukuman peserta didik yang melanggar aturan.

  5. Teori belajar behavioristik tidak mengakomodir kondisi belajar yang kompleks karena hanya beracuan pada stimulus dan respon.

E. Contoh Penerapan Teori Belajar Behavioristik di Kelas

Beberapa kegiatan di kelas yang dapat dikategorikan sebagai penerapan teori belajar behavioristik antara lain sebagai berikut.

  1. Guru menyusun materi atau bahan ajar secara lengkap, mulai dari materi sederhana sampai kompleks.

  2. Guru lebih cenderung lebih mendominasi kegiatan pembelajaran dengan memberikan banyak instruksi selama mengajar.

  3. Guru memberikan banyak pengulangan pembelajaran berupa latihan agar terbentuk perilaku atau pembiasaan seperti yang diinginkan.

  4. Guru akan melakukan evaluasi berdasarkan perilaku yang terlihat.

  5. Guru dituntut memiliki kemampuan memberikan penguatan (reinforcement), baik dari sisi positif dan negatif.

Teori Belajar Sosial-Kognitif

  1. Pengertian Teori Belajar Sosial-Kognitif

    Teori belajar sosial-kognitif adalah teori yang muncul setelah teori belajar behavioristik. Teori kognitif sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura ini lahir berdasarkan kritik atas teori yang dikembangkan oleh ahli behavioristik. Menurut Albert Bandura, walaupun prinsip belajar cukup menjelaskan dan meramalkan perilaku, namun prinsip tersebut harus memperhatikan suatu fenomena yang diabaikan oleh paradigma behaviorisme, yaitu manusia mempunyai kemampuan berpikir dan mengatur tingkah laku nya sendiri. Bandura merumuskan Teori Belajar Sosial dengan mengakomodasi kemampuan kognitif manusia dalam berpikir dan belajar melalui pengamatan sosial.

  2. Ciri-Ciri Teori Belajar Sosial-Kognitif

    Seperti yang disebutkan sebelumnya, teori belajar sosialkognitif menekankan pada pentingnya proses mengamati, mencontoh, dan meniru perilaku, sikap, atau reaksi emosional orang lain dalam proses belajar. Berikut ini adalah ciri-ciri dari penerapan teori sosial-kognitif dalam proses pembelajaran.

    1. Teori sosial-kognitif meyakini bahwa fokus utama pembelajaran adalah pengamatan dan peniruan.

    2. Teori sosial-kognitif memahami bahwa tingkah laku model (contoh) bisa dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai, dan lain-lain.

    3. Teori sosial-kognitif beranggapan bahwa peserta didik dapat meniru suatu kemampuan atau perilaku dari kejadian yang dialami orang lain atau dari hal yang diperagakan oleh guru sebagai model.

    4. Teori sosial-kognitif menjelaskan bahwa peserta didik akan memperoleh kemampuan jika mendapatkan kepuasan dan respon rangsangan yang positif.

    5. Teori sosial-kognitif melibatkan berbagai proses pembelajaran yang meliputi memperhatikan, mengingat, dan meniru tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan respon rangsangan positif.

  3. Contoh Penerapan Teori Belajar Sosial-Kognitif di Kelas

    Dalam menerapkan teori belajar kognitif, seorang guru perlu fokus pada proses berpikir peserta didik dan memberikan strategi yang tepat berdasarkan fungsi kognitif mereka. Melibatkan peserta didik dalam berbagai kegiatan, seperti memberikan waktu bagi mereka untuk bertanya, kesempatan untuk membuat kesalahan dan memperbaikinya berdasarkan hasil pengamatan, serta merefleksikan diri agar dapat membantu mereka dalam memahami proses mental. Di bawah ini terdapat beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan seorang guru dalam pembelajaran kognitif.

    1. Meminta peserta didik untuk merefleksikan pengalaman mereka melalui pembuatan jurnal atau laporan harian tentang kegiatan apa saja yang mereka lakukan;

    2. Mendorong diskusi berdasarkan apa yang diajarkan dengan meminta peserta didik untuk menjelaskan materi pembelajaran di depan kelas dan ajak peserta didik lainnya untuk mengajukan pertanyaan;

    3. Membantu peserta didik menemukan solusi baru untuk suatu masalah untuk mengembangkan cara berpikir kritis;

    4. Meminta peserta didik untuk memberikan penjelasan tentang ide atau pendapat yang mereka miliki;

    5. Membantu peserta didik dalam mengeksplorasi dan memahami bagaimana ide-ide bisa terhubung

Teori Belajar Konstruktivisme

  1. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme

    Teori belajar konstruktivisme merupakan sebuah teori yang menempatkan peserta didik sebagai individu yang membangun pemahaman dan memahami informasi secara 14 aktif sepanjang proses pembelajaran. Dalam sudut pandang ilmu psikologi, konstruktivisme dikenal sebagai pendekatan yang memandang bahwa setiap individu dapat membangun pemahaman serta pengetahuan mereka sendiri melalui berbagai pengalaman yang telah dimilikinya. Penerapan teori belajar konstruktivisme memandang bahwa belajar bukan hanya sekadar menerima secara pasif informasi yang disampaikan oleh guru. Dengan kata lain, teori belajar konstruktivisme memaknai pembelajaran sebagai proses pengonstruksian pengetahuan yang bersifat aktif dan personal. Sebagai contoh, ada seorang anak dengan ayahnya sedang berjalan-jalan di sepanjang pantai. Kemudian sang anak menemukan kulit kerang dan mengajukan beragam pertanyaan kepada sang ayah. Menurut pandangan konstruktivisme hal yang dilakukan anak tersebut merupakan pengetahuan yang sedang dikonstruksikan tentang makhluk-makhluk laut dan kegunaanya. Berdasarkan hal tersebut maka pembelajaran menurut konstruktivisme mendorong peserta didik dalam menggunakan pengalaman dan pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Selanjutnya, peserta didik juga dapat membangun pengetahuannya sendiri sebagai hasil dari pemahamannya terhadap masalah yang sedang dihadapinya.

  2. Tokoh-Tokoh dalam Teori Belajar Konstruktivisme
    1. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget

      Pada pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing memiliki 15 makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya.

    2. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky

      Salah satu konsep dasar pendekatan konstruktivisme dalam belajar adalah adanya interaksi sosial individu dengan lingkungannya. Menurut Vygotsky, belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Munculnya perilaku seseorang adalah karena keterlibatan dua hal tersebut. Pada saat seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungan, ia akan menggunakan fisiknya berupa alat indera untuk menangkap atau menyerap stimulus, 16 kemudian menggunakan saraf otak untuk mengolah informasi yang sudah diterima. Keterlibatan alat indera dalam menyerap stimulus dan saraf otak dalam mengelola informasi merupakan proses secara fisik-psikologis sebagai elemen dasar dalam belajar.

  3. Contoh Penerapan Teori Belajar Konstruktivisme di Kelas
    1. Contoh pertama yaitu mendorong kemandirian dan inisiatif peserta didik dalam belajar. Dengan menghargai gagasan atau pemikiran peserta didik serta mendorong peserta didik berpikir mandiri, berarti guru telah membantu peserta didik menemukan identitas intelektual mereka. Para 17 peserta didik yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solvers).

    2. Contoh kedua, guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada peserta didik untuk merespon. Berpikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara peserta didik merespon atau menjawabnya akan mendorong peserta didik mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan atas informasi yang diterimanya.

    3. Mendorong peserta didik berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para peserta didik untuk mampu menjangkau hal–hal yang berada di balik respon faktual yang sederhana. Guru mendorong peserta didik untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi dan mempertahankan gagasan atau pemikirannya.

Teori Belajar Humanistik

  1. Pengertian Teori Belajar Humanistik

    Teori humanistik atau sering juga disebut sebagai teori belajar humanistik adalah satu dari beberapa teori belajar yang sering digunakan oleh guru maupun tenaga pengajar lainnya. Secara garis besar, teori ini bertujuan untuk menghasilkan hal baik bagi kemanusiaan supaya bisa mencapai aktualisasi diri dan membuat individu mampu mengenali dirinya sendiri. Pada prinsipnya, tujuan teori belajar humanistik adalah memanusiakan manusia, sehingga seorang individu bisa lebih mudah dalam memahami diri dan lingkungannya untuk mencapai aktualisasi diri. Berdasarkan teori ini, seorang pendidik harus mampu mengarahkan (menjadi fasilitator) tanpa ikut campur terlalu mendalam pada proses pengendalian diri peserta didik, sehingga diharapkan bisa 19 tercapai tujuan pembelajaran. Berikut ini adalah ciri-ciri pembelajaran yang berlandaskan teori humanistik.

    1. Berfokus pada aktualisasi diri individu (manusia sebagai sosok individu yang bisa mengeksplorasi dirinya);

    2. Menitikberatkan bahwa proses merupakan hal penting yang menjadi fokus belajar;

    3. Melibatkan peran aspek kognitif dan afektif dalam proses pembelajaran;

    4. Mengutamakan pengetahuan atau pemahaman;

    5. Berfokus pada bentuk perilaku diri sendiri;

    6. Tidak ada yang berhak mengatur proses belajar setiap individu.

Teori belajar ini memiliki prinsip yang tidak jauh-jauh dari manusia itu sendiri, yaitu sebagai berikut.

  1. Setiap manusia memiliki nalar untuk belajar secara alamiah.

  2. Belajar terasa sangat bermanfaat jika memiliki relevansi dengan maksud tertentu.

  3. Proses belajar bisa mengubah persepsi seseorang akan dirinya.

  4. Makna belajar akan terasa jika dilakukan oleh diri sendiri.

  5. Setiap pembelajar harus mampu menumbuhkan kepercayaan dirinya.

  6. Belajar sosial tentang proses belajar itu sendiri.

B. Contoh Penerapan Teori Belajar Humanistik di Kelas

Teori belajar humanistik dalam pembelajaran dapat digunakan dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran dan pelaksanaan rencana pembelajaran. Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan teori humanistik di ruang kelas

  1. Pada awal kegiatan belajar, guru mengidentifikasi kemampuan peserta didik dengan melakukan pengamatan atau penilaian awal

  2. Guru mendorong peserta didik untuk memahami makna dari pengalaman dalam proses belajar

  3. Guru menyediakan fasilitas dan sumber belajar, baik buku, media visual, maupun audio untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam.

Teori Belajar

Teori Belajar

Teori belajar adalah sekumpulan konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat teoritis dan telah teruji kebenarannya melalui eksperimen yang dilakukan oleh para ahli. Teori pembelajaran sangat menentukan bagaimana proses pembelajaran akan terjadi. Dengan mempelajari teori belajar, seorang guru dapat memahami tata cara dan pengaplikasian konsep-konsep yang berperan penting dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh, guru dapat menentukan rencana pembelajaran sesuai karakteristik peserta didiknya di kelas dan menentukan penilaian yang mampu mengukur kemampuan setiap peserta didiknya secara menyeluruh.

Pada dasarnya, setiap teori belajar memiliki tujuan yang sama, yaitu mewujudkan pendidikan yang mampu membekali peserta didik pengetahuan dan keterampilan untuk dapat bersaing dan terus mengikuti perkembangan zaman. Sayangnya, tujuan tersebut seringkali sulit untuk tercapai karena terjadinya miskonsepsi mengenai pemahaman tentang esensi dan hubungan masing-masing teori belajar. Sebagian pendidik kerap kali menganggap masingmasing teori belajar merupakan satu pemikiran yang terpisah dari pemikiran lainnya. Hal tersebut akhirnya menimbulkan anggapan bahwa teori satu lebih unggul atau lebih lemah dari teori lainnya

Sebelum memahami lebih lanjut mengenai teori belajar, guru perlu mengetahui bahwa teori belajar bukan pemikiran yang terpisah atau terkotak-kotak. Sebaliknya, teori belajar merupakan hasil pemikiranpemikiran yang terus berkembang. Dengan kata lain, teori ini hadir sebagai kisah yang berkelanjutan dalam rentang waktu tertentu dan saling melengkapi satu sama lain. Setiap teori belajar yang muncul merupakan bentuk kritik atau perbaikan terhadap pemikiran terhadap teori sebelumnya. Oleh karena itu, sebagai calon guru Anda perlu memiliki pola pikir yang terbuka untuk mampu memilah setiap praktik baik pada teori berikut konsekuensinya dalam proses pembelajaran.

Teori Belajar Behavioristik

  1. Pengertian

    Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang berfokus pada perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran. Menurut teori ini, perubahan perilaku peserta didik disebabkan oleh adanya interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus tersebut berupa lingkungan belajar peserta didik, baik bersifat internal maupun eksternal, sedangkan respon merupakan reaksi fisik terhadap rangsangan/stimulus yang diterima tersebut. Berdasarkan sudut pandang teori behavioristik, hal yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Dengan kata lain, teori belajar ini menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah beragam hal yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.

  2. Ciri-Ciri Teori Belajar Behavioristik

    Setelah mempelajari sekilas tentang teori belajar behavioristik, kini Anda memahami bahwa semua tingkah laku manusia dapat dilihat dan ditelusuri dari bentuk refleks. Secara psikologi, teori belajar behavioristik juga dikenal sebagai sebuah teori pembelajaran yang berfokus pada tingkah laku sebagai hasil dari pengkondisian lingkungan. Berikut ini adalah ciri-ciri teori belajar behavioristik.

    1. Mementingkan bagian-bagian atau elementalistik;

    2. Mementingkan pengaruh lingkungan;

    3. Mementingkan peranan aksi;

    4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus-respon;

    5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya;

    6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan;

    7. Memunculkan perilaku yang diinginkan sebagai hasil dari proses belajar.

C. Kelebihan Teori Belajar Behavioristik
  1. Teori behavioristik mampu menumbuhkan kebiasaan para guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar. Hal ini dikarenakan teori belajar behavioristik mementingkan pengaruh lingkungan dalam proses pembelajaran.

  2. Teori behavioristik mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan dengan pengkondisian yang dilakukan

  3. Teori behavioristik mampu mengoptimalkan bakat dan kecerdasan peserta didik yang sudah terbentuk sebelumnya melalui kegiatan pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan. Menurut teori belajar behavioristik, kegiatan pengulangan dan pelatihan tersebut berfungsi sebagai proses penguatan untuk mengoptimalkan kemampuan peserta didik agar semakin terampil.

  4. Teori behavioristik mampu menghasilkan suatu perilaku yang bersifat konsisten terhadap bidang tertentu. Hal ini dapat dicapai dengan menyusun materi ajar secara hirarkis dalam bentuk bagian-bagian kecil, dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.

  5. Teori behavioristik mampu mengganti stimulus yang satu dengan stimulus yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.

  6. Teori behavioristik mampu membantu guru mengembangkan keterampilan belajar peserta didik yang meliputi berfokus pada kecepatan, spontanitas, dan daya tahan melalui praktik dan pembiasaan.

  7. Teori behavioristik juga dapat diterapkan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, memerlukan pengulangan dan pembiasaan, berada pada tahapan suka meniru, dan membutuhkan bentuk-bentuk penghargaan langsung. Tentu saja hal ini dapat merujuk pada tahapan perkembangan dan kesiapan belajar anak

D. Kekurangan Teori Belajar Behavioristik
  1. Teori belajar behavioristik cenderung membatasi kreativitas, produktivitas, dan imajinasi peserta didik.

  2. Teori behavioristik bersifat teacher-centered atau hanya berpusat pada guru. Peserta didik bersifat pasif karena hanya mengikuti instruksi-instruksi yang diberikan oleh guru.

  3. Teori belajar behavioristik membuat pembelajaran menjadi cenderung monoton karena proses belajar yang berfokus ada pengulangan untuk membentuk kebiasaan belajar.

  4. Teori belajar behavioristik masih menggunakan hukuman dan penghargaan untuk membentuk perilaku peserta didik. Hal ini tentu saja dapat berdampak negatif pada perubahan perilaku peserta didik. Salah satu contohnya adalah memberi hukuman peserta didik yang melanggar aturan.

  5. Teori belajar behavioristik tidak mengakomodir kondisi belajar yang kompleks karena hanya beracuan pada stimulus dan respon.

E. Contoh Penerapan Teori Belajar Behavioristik di Kelas

Beberapa kegiatan di kelas yang dapat dikategorikan sebagai penerapan teori belajar behavioristik antara lain sebagai berikut.

  1. Guru menyusun materi atau bahan ajar secara lengkap, mulai dari materi sederhana sampai kompleks.

  2. Guru lebih cenderung lebih mendominasi kegiatan pembelajaran dengan memberikan banyak instruksi selama mengajar.

  3. Guru memberikan banyak pengulangan pembelajaran berupa latihan agar terbentuk perilaku atau pembiasaan seperti yang diinginkan.

  4. Guru akan melakukan evaluasi berdasarkan perilaku yang terlihat.

  5. Guru dituntut memiliki kemampuan memberikan penguatan (reinforcement), baik dari sisi positif dan negatif.

Teori Belajar Sosial-Kognitif

  1. Pengertian Teori Belajar Sosial-Kognitif

    Teori belajar sosial-kognitif adalah teori yang muncul setelah teori belajar behavioristik. Teori kognitif sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura ini lahir berdasarkan kritik atas teori yang dikembangkan oleh ahli behavioristik. Menurut Albert Bandura, walaupun prinsip belajar cukup menjelaskan dan meramalkan perilaku, namun prinsip tersebut harus memperhatikan suatu fenomena yang diabaikan oleh paradigma behaviorisme, yaitu manusia mempunyai kemampuan berpikir dan mengatur tingkah laku nya sendiri. Bandura merumuskan Teori Belajar Sosial dengan mengakomodasi kemampuan kognitif manusia dalam berpikir dan belajar melalui pengamatan sosial.

  2. Ciri-Ciri Teori Belajar Sosial-Kognitif

    Seperti yang disebutkan sebelumnya, teori belajar sosialkognitif menekankan pada pentingnya proses mengamati, mencontoh, dan meniru perilaku, sikap, atau reaksi emosional orang lain dalam proses belajar. Berikut ini adalah ciri-ciri dari penerapan teori sosial-kognitif dalam proses pembelajaran.

    1. Teori sosial-kognitif meyakini bahwa fokus utama pembelajaran adalah pengamatan dan peniruan.

    2. Teori sosial-kognitif memahami bahwa tingkah laku model (contoh) bisa dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai, dan lain-lain.

    3. Teori sosial-kognitif beranggapan bahwa peserta didik dapat meniru suatu kemampuan atau perilaku dari kejadian yang dialami orang lain atau dari hal yang diperagakan oleh guru sebagai model.

    4. Teori sosial-kognitif menjelaskan bahwa peserta didik akan memperoleh kemampuan jika mendapatkan kepuasan dan respon rangsangan yang positif.

    5. Teori sosial-kognitif melibatkan berbagai proses pembelajaran yang meliputi memperhatikan, mengingat, dan meniru tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan respon rangsangan positif.

  3. Contoh Penerapan Teori Belajar Sosial-Kognitif di Kelas

    Dalam menerapkan teori belajar kognitif, seorang guru perlu fokus pada proses berpikir peserta didik dan memberikan strategi yang tepat berdasarkan fungsi kognitif mereka. Melibatkan peserta didik dalam berbagai kegiatan, seperti memberikan waktu bagi mereka untuk bertanya, kesempatan untuk membuat kesalahan dan memperbaikinya berdasarkan hasil pengamatan, serta merefleksikan diri agar dapat membantu mereka dalam memahami proses mental. Di bawah ini terdapat beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan seorang guru dalam pembelajaran kognitif.

    1. Meminta peserta didik untuk merefleksikan pengalaman mereka melalui pembuatan jurnal atau laporan harian tentang kegiatan apa saja yang mereka lakukan;

    2. Mendorong diskusi berdasarkan apa yang diajarkan dengan meminta peserta didik untuk menjelaskan materi pembelajaran di depan kelas dan ajak peserta didik lainnya untuk mengajukan pertanyaan;

    3. Membantu peserta didik menemukan solusi baru untuk suatu masalah untuk mengembangkan cara berpikir kritis;

    4. Meminta peserta didik untuk memberikan penjelasan tentang ide atau pendapat yang mereka miliki;

    5. Membantu peserta didik dalam mengeksplorasi dan memahami bagaimana ide-ide bisa terhubung

Teori Belajar Konstruktivisme

  1. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme

    Teori belajar konstruktivisme merupakan sebuah teori yang menempatkan peserta didik sebagai individu yang membangun pemahaman dan memahami informasi secara 14 aktif sepanjang proses pembelajaran. Dalam sudut pandang ilmu psikologi, konstruktivisme dikenal sebagai pendekatan yang memandang bahwa setiap individu dapat membangun pemahaman serta pengetahuan mereka sendiri melalui berbagai pengalaman yang telah dimilikinya. Penerapan teori belajar konstruktivisme memandang bahwa belajar bukan hanya sekadar menerima secara pasif informasi yang disampaikan oleh guru. Dengan kata lain, teori belajar konstruktivisme memaknai pembelajaran sebagai proses pengonstruksian pengetahuan yang bersifat aktif dan personal. Sebagai contoh, ada seorang anak dengan ayahnya sedang berjalan-jalan di sepanjang pantai. Kemudian sang anak menemukan kulit kerang dan mengajukan beragam pertanyaan kepada sang ayah. Menurut pandangan konstruktivisme hal yang dilakukan anak tersebut merupakan pengetahuan yang sedang dikonstruksikan tentang makhluk-makhluk laut dan kegunaanya. Berdasarkan hal tersebut maka pembelajaran menurut konstruktivisme mendorong peserta didik dalam menggunakan pengalaman dan pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Selanjutnya, peserta didik juga dapat membangun pengetahuannya sendiri sebagai hasil dari pemahamannya terhadap masalah yang sedang dihadapinya.

  2. Tokoh-Tokoh dalam Teori Belajar Konstruktivisme
    1. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget

      Pada pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing memiliki 15 makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya.

    2. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky

      Salah satu konsep dasar pendekatan konstruktivisme dalam belajar adalah adanya interaksi sosial individu dengan lingkungannya. Menurut Vygotsky, belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Munculnya perilaku seseorang adalah karena keterlibatan dua hal tersebut. Pada saat seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungan, ia akan menggunakan fisiknya berupa alat indera untuk menangkap atau menyerap stimulus, 16 kemudian menggunakan saraf otak untuk mengolah informasi yang sudah diterima. Keterlibatan alat indera dalam menyerap stimulus dan saraf otak dalam mengelola informasi merupakan proses secara fisik-psikologis sebagai elemen dasar dalam belajar.

  3. Contoh Penerapan Teori Belajar Konstruktivisme di Kelas
    1. Contoh pertama yaitu mendorong kemandirian dan inisiatif peserta didik dalam belajar. Dengan menghargai gagasan atau pemikiran peserta didik serta mendorong peserta didik berpikir mandiri, berarti guru telah membantu peserta didik menemukan identitas intelektual mereka. Para 17 peserta didik yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solvers).

    2. Contoh kedua, guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada peserta didik untuk merespon. Berpikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara peserta didik merespon atau menjawabnya akan mendorong peserta didik mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan atas informasi yang diterimanya.

    3. Mendorong peserta didik berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para peserta didik untuk mampu menjangkau hal–hal yang berada di balik respon faktual yang sederhana. Guru mendorong peserta didik untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi dan mempertahankan gagasan atau pemikirannya.

Teori Belajar Humanistik

  1. Pengertian Teori Belajar Humanistik

    Teori humanistik atau sering juga disebut sebagai teori belajar humanistik adalah satu dari beberapa teori belajar yang sering digunakan oleh guru maupun tenaga pengajar lainnya. Secara garis besar, teori ini bertujuan untuk menghasilkan hal baik bagi kemanusiaan supaya bisa mencapai aktualisasi diri dan membuat individu mampu mengenali dirinya sendiri. Pada prinsipnya, tujuan teori belajar humanistik adalah memanusiakan manusia, sehingga seorang individu bisa lebih mudah dalam memahami diri dan lingkungannya untuk mencapai aktualisasi diri. Berdasarkan teori ini, seorang pendidik harus mampu mengarahkan (menjadi fasilitator) tanpa ikut campur terlalu mendalam pada proses pengendalian diri peserta didik, sehingga diharapkan bisa 19 tercapai tujuan pembelajaran. Berikut ini adalah ciri-ciri pembelajaran yang berlandaskan teori humanistik.

    1. Berfokus pada aktualisasi diri individu (manusia sebagai sosok individu yang bisa mengeksplorasi dirinya);

    2. Menitikberatkan bahwa proses merupakan hal penting yang menjadi fokus belajar;

    3. Melibatkan peran aspek kognitif dan afektif dalam proses pembelajaran;

    4. Mengutamakan pengetahuan atau pemahaman;

    5. Berfokus pada bentuk perilaku diri sendiri;

    6. Tidak ada yang berhak mengatur proses belajar setiap individu.

Teori belajar ini memiliki prinsip yang tidak jauh-jauh dari manusia itu sendiri, yaitu sebagai berikut.

  1. Setiap manusia memiliki nalar untuk belajar secara alamiah.

  2. Belajar terasa sangat bermanfaat jika memiliki relevansi dengan maksud tertentu.

  3. Proses belajar bisa mengubah persepsi seseorang akan dirinya.

  4. Makna belajar akan terasa jika dilakukan oleh diri sendiri.

  5. Setiap pembelajar harus mampu menumbuhkan kepercayaan dirinya.

  6. Belajar sosial tentang proses belajar itu sendiri.

B. Contoh Penerapan Teori Belajar Humanistik di Kelas

Teori belajar humanistik dalam pembelajaran dapat digunakan dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran dan pelaksanaan rencana pembelajaran. Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan teori humanistik di ruang kelas

  1. Pada awal kegiatan belajar, guru mengidentifikasi kemampuan peserta didik dengan melakukan pengamatan atau penilaian awal

  2. Guru mendorong peserta didik untuk memahami makna dari pengalaman dalam proses belajar

  3. Guru menyediakan fasilitas dan sumber belajar, baik buku, media visual, maupun audio untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam.